Mengenal Kesenian Talempong Kayu Nagari Harau Yang Hampir Punah

Redaksi
By -
0

 


Matapubliknusantara.com - Limapuluh kota, Nagari Harau terletak di Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota. Harau terkenal karena objek wisata alamnya yang indah dan menakjubkan. Namun selain keindahan Alam yang begitu mempesona, Nagari Harau juga menyimpan kekayaan Seni dan Budaya Tradisional. 

 

Beberapa alat Kesenian Tradisional masih digunakan masyarakat, salah satu adalah Kesenian Tradisional “Talempong Kayu” yang sudah ada sejak 1970-an.

 

Talempong kayu tersebut ditemukan oleh Datuk Dulah. Waktu itu masyarakat di Nagari Harau terbilang miskin. Rata-rata pekerjaannya mencari kayu dan “ngampo” atau mengolah gambir.

 

Datuk Dulah memiliki empat cucu. Ia mengasuh ke-empat cucunya karena Ibu mereka meninggal akibat kecelakaan. Sedangkan ayah mereka pergi jauh dan menikah lagi. Ke-empat anaknya ditinggalkan dengan Datuk Dulah.

 

Di saat bekerja mangampo atau mengolah gambir di hutan, Datuk Dulah memotong kayu yang kemudian dikeringkannya. Kayu itu untuk bahan bakar pengolahan gambir.

 

Saat beristirahat ia bernyanyi sambil mengetuk-ngetuk kayu di dekatnya untuk gendangnya. Namun ia heran karena kayu yang dipukul-pukulnya itu berbunyi persis talempong. Talempong adalah alat kesenian tradisional Minangkabau mirip gong kecil berbahan logam.

 

Karena Datuk Dulah memiliki jiwa seni, ia mencoba mengatur suara kayu tersebut. Ia kemudian berhasil membuat irama seperti talempong yang memiliki tangga nada. Talempong itu dinamakan Talempong Kayu, karena terbuat dari kayu. 

 

Pada 1970-an itu Datuk Dulah juga menciptakan Irama Musik dari Talempong Kayu itu dan ia namakan “Talempong Siamang Tagogou”. 

 

Setelah Datuk Dulah meninggal, Talempong Kayu itu ia wariskan kepada dua cucu, yaitu Taufik dan Atam. Juga dua teman cucunya sekaligus tetangganya, yaitu Kulih dan Simuh.


Mereka berempat adalah pegiat grup musik sekaligus pewaris Alat Tradisional Talempong Kayu Datuk Dulah. Irama Siamang Tagogou dimainkan dengan cara talempong kayu diletakkan di atas paha dan dipukul seirama.

 

Pewarisan berikutnya, Kulih mengajarkan irama Siamang Tagogou kepada Caun. Kini Caun masih menjaga tradisi Talempong Kayu dengan irama Siamang Tagogou warisan Datuk Dulah di Nagari Harau. Caun adalah pewaris satu-satunya yang masih menggunakan alat kesenian tradisional Nagari Harau tersebut.


Caun menceritakan mulai belajar telempong kayu pada 1979. Ia tidak ada hubungan keluarga dengan Kulih. 

 

“Waktu kecil saya ikut orang tua ke sawah di Boncah dan setiap hari sering bertemu Kulih di dangaunya di sana, saat istirahat ia mengajarkan kepada saya memainkan Talempong Kayu dan irama Siamang Tagogou,” katanya.

 

Sebenarnya masih banyak irama dengan Talempong Kayu lainnya yang diajarkan Kulih, tapi yang paling melekat bagi Caun hanya irama Siamang Tagogou itu.

 

Menurut Caun, irama itu dinamakan Siamang Tagogou karna iramanya persis suara seekor siamang yang berbunyi di malam hari.

 

“Karena suara siamang pada siang hari berbeda dengan suara siaman pada malam hari, kalau malam biasanya siamang itu berbunyi karena terkejut, mungkin anaknya jatuh,” katanya.

 

Caun adalah panggilan akrab dari Fahrul Huda. Lelaki 53 tahun tersebut merupakan pekerja Seni lulusan Sarjana Muda Akademi Seni Kerawitan Indonesia atau ASKI (kini Institut Seni Indonesia atau ISI) Padang Panjang.

 

Pada Juli 2016 ia mendirikan Sanggar Bintang Harau di Nagari Harau dan melatih anak-anak Harau dari usia PAUD hingga remaja, belajar seni tradisi. Sanggar ini melatih generasi muda setiap Senin, Kamis, dan Minggu. Jumlah anak yang dilatih tidak menentu, terkadang banyak dan terkadang sedikit.


Foto : Anak Sanggar Seni Bintang Harau Latihan Tari Tradisional


“Saya khawatir jika alat kesenian tradisional nagari kita ini punah begitu saja, tanpa ada generasi penerus yang akan melestarikannya" kata Caun ketika ditemui sabtu, (30/08/2024). 



(Fajri. M) 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)